Sabtu, 21 Mei 2011

Tujuan Pendidikan

1.       Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan Indonesia tertulis pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturan pemerintah yang bertalian dengan pendidikan. Dalam PPRI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 26 ayat satu disebutkan pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar:
1.       Kecerdasan
2.       Pengetahuan
3.       Kepribadian
4.       Akhlak Mulia
5.       Keterampilan untuk hidup mandiri
6.       Mengikuti pendidikan lebih lanjut

Selanjutnya tujuan pendidikan menengah umum sama seperti yang disebutkan pada pasal 26 ayat satu mengenai tujuan pendidikan dasar. Tujuan pendidikan menengah kejuruan pada ayat tiga pasal yang sama berbunyi:
1.       Kecerdasan
2.       Pengetahuan
3.       Kepribadian
4.       Akhlak mulia
5.       Keterampilan untuk hidup mandiri
6.       Mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya

Terakhir dari PP tersebut yang akan dibahas adalah pasal yang sama ayat 4 tentang tujuan pendidikan tinggi yang mengatakan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi masyarakat yang:
1.       Berakhlak mulia
2.       Memiliki pengetahuan
3.       Terampil
4.       Mandiri
5.       Mampu menemukan, mengembangkan, dan menerapkan ilmu, teknologi, serta seni yang bemanfaat bagi kemanusiaan.
Dengan demikian tujuan pendidikan Indonesia yang sudah komprehensif mencakup afeksi, kognisi, dan psikomotor hendaklah dikembangkan secara berimbang, optimal, dan integratife. Kesimpulannya secara konsep atau dokumen tujuan pendidikan Indonesia tidak berbeda secara berarti dengan tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh para ahli pendidikan di dunia.

Kamis, 12 Mei 2011

Implementasi Guru sebagai Jabatan Profesional dalam Pembelajaran Bahasa Inggris 2

Secara spesifik, bagi seorang guru bahasa Inggris, keempat kompetensi di atas harus dimanifestasikan kedalam sejumlah kompetensi komunikatif yang bersifat lebih konkrit (Celce-Murcia et al, 1995).  Kompetensi komunikatif itu meliputi (1) kompetensi wacana (discourse competence), yaitu kompetensi untuk memahami teks yang dihasilkan dalam suatu peristiwa komunikasi nyata dalam konteks tertentu; (2) kompetensi tindak bahasa (actional competence), yaitu kompetensi dalam memberikan label sebuah langkah komunikasi dalam bahasa lisan; (3) kompetensi linguistik (linguistic competence), yaitu kompetensi untuk menguasai berbagai komponen (tata bahasa, fonologi, pelafalan, kosa kata, dsb) dan karakteristik bahasa Inggris; (4) kompetensi sosial budaya (sociocultural competence), yaitu penguasaan tata cara atau etika berkomunikasi dalam bahasa Inggris; dan (5) kompetensi strategis (strategic competence), yaitu kompetensi yang berkaitan dengan strategi komunikasi yang efektif (lisan atau tulis) dalam konteks tertentu. Lima kompetensi ini sangat berperan dalam mendukung guru bahasa Inggris terutama dalam mengaplikasikan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi sehari-hari (colloquial language) maupun komunikasi dalam dunia ilmiah (scientific language) secara wajar sesuai dengan cara native speaker of English berkomunikasi. Selain itu, kompetensi komunikatif tersebut berimplikasi pada bagaimana seorang guru bahasa Inggris harus mengajarkan bahasa tersebut kepada setiap peserta didik.
            Pengetahuan tentang tata bahasa yang benar dapat membantu guru memonitor dan mengoreksi dirinya sendiri dan peserta didik dalam proses komunikasi. Untuk mengembangkan kompetensi linguistik ini diperlukan pengetahuan dan latihan penggunaan bahasa Inggris dalam konteks tertentu agar peserta didik senantiasa memperhatikan (noticing atau make sense) contoh-contoh ungkapan yang biasa didengar dari segi tata bahasanya. Sedangkan, kompetensi strategis akan mengarahkan guru bahasa Inggris untuk mampu menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan dan menarik bagi siswa. Di lain sisi, kompetensi sosiolinguistik dapat membantu guru bahasa Inggris melatih peserta didik untuk berkomunikasi menggunakan tata bahasa dan pilihan kata sesuai konteks sosial tertentu. Selajutnya kompetensi tindak bahasa akan mengarahkan seorang guru bahasa Inggris mampu melatih peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris melalui langkah-langkah komunikasi tertentu (Helena, 2004).[1]






[1]Sumardi. 2010. Efektivitas Program Revitalisasi MGMP Bahasa Inggris Sebagai Media Pembinaan Profesionalisme Guru. http://robertsumardi.wordpress.com.

mplementasi Guru sebagai Jabatan Profesional dalam Pembelajaran Bahasa Inggris 1

A.   Implementasi Guru sebagai Jabatan Profesional dalam Pembelajaran Bahasa Inggris
            Sebagaimana digariskan dalam Undang-undang tentang Guru dan Dosen (Undang-undang no. 14 tahun 2005) bahwa seorang guru profesional harus memiliki  paling tidak empat kompetensi yang dapat mendukung tugasnya dalam melakukan aktivitas pembelajaran. Empat komptensi itu adalah (1) kompetensi pedagogis. Kompetensi pedagogis meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya; (2) Kompetensi kepribadian. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia; (3) Kompetensi profesional. Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya; dan (4) Kompetensi sosial. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Selasa, 10 Mei 2011

Peranan Guru sebagai Jabatan Prefesional 5

1.      Guru sebagai Motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kurangnya kemampuan. Tetapi disebabkan oleh kurangnya motivasi untuk belajar. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa.
Beberapa hal yang patut diperhatikan agar dapat membangkitkan motivasi belajar adalah sebagai berikut:
a.        Memperjelas tujuan yang ingin dicapai,
b.         Membangkitkan minat siswa,
c.         Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan,
d.         Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan siswa,
e.         Memberikan penilaian yang positif,
f.          Memberi komentar tentang hasil pekerjaan siswa, dan
g.         Menciptakan persaingan dan kerjasama.
2.      Guru sebagai Evaluator
Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil akhir pembelajaran (berupa nilai atau angka-angka) tetapi juga dilakukan terhadap proses, kinerja, dan skill siswa dalam proses pembelajaran.
Kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa memegang peranan penting. Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarkannya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru atau malah sebaliknya siswa belum bisa mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan remedial.
Kebanyakan guru beranggapan bahwa evaluasi sama dengan melakukan tes, artinya guru telah melakukan evaluasi manakala ia telah melakukan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau makna tertentu pada sesuatu yang dievaluasi. Dengan demikian, tes hanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan makna tersebut.[1]






[1]Informasi Pendidikan Nasional. 2009. Guru sebagai Jabatan Profesional. http://www.infodiknas.com. February 23, 2010. 05:03pm.  

Senin, 09 Mei 2011

Peranan Guru sebagai Jabatan Prefesional 4

1.      Guru sebagai Demonstrator
Peran guru sebagai demonstrator adalah peran guru agar dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator, yaitu sebagai berikut:
Pertama, sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sifat-sifat terpuji dalam setiap aspek kehidupan, dan guru merupakan sosok ideal yang dapat diteladani siswa.
Kedua, sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa.
2.      Guru sebagai Pembimbing
Berdasarkan http://www.muhibbudin.wordpress.com (2008:4) menyatakan bahwa seorang guru dan siswa seperti halnya petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat tumbuh dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanamannya itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama dan penyakit yang bisa menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, hingga tanaman menghasilkan buah.
Demikian juga halnya seorang guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi ini atau jadi itu. Siswa akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Agar guru dapat berperan sebagai pembimbing, ada dua hal yang harus dimiliki, yaitu sebagai berikut:
Pertama, guru harus memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami tentang gaya dan kebiasaan belajarnya, memahami potensi dan bakatnya. Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai, maupun merencanakan proses pembelajaran.
Proses bimbingan akan dapat dilakukan dengan baik, apabila sebelumnya guru merencanakan hendak dibawa kemana siswanya, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya.