Sabtu, 26 Maret 2011

Inkar Sunah

KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kehadirat Allah yang telah memberikan nikmat dan karunia- Nya kepada kita agar kita dapat menikmati keimanan dan keislaman yang dengan nikmat itu kita akan senantiasa dalam ridha Allah SWT. Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada Nabi besar Muhammad SAW, juga kepada para sahabatnya, tabi’innya, tabi’it tabi’in juga kita selaku umatnya.
            Dalam makalah yang telah kami susun ini, yaitu berjudul Inkar Sunah. Makalah ini kami susun salah satunya untuk memenuhi tugas kelompok ulumul hadis, juga dipersembahkan untuk para mahasiswa yang ingin memperkaya khanazah keilmuan khususnya dibidang hadis. Kami berharap makalah ini bias membawa perubahan dalam pola paradigma setiap mahasiswa karena selama ini yang terjadi pada para mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris khususnya seringkali tidak ada keseriusan dalam menyelesaikan tugas. Bukan berarti kami yang paling serius, tapi ini hnya sekedar ulasan dari penulis. Semoga makalah ini berguna bagi semuanya.
            Tiada kesempurnaan di atas bumi ini karena kesempurnaan hanya milik Allah. Oleh karena itu, kami mengharpkan saran dan kritik yang membangun dari bapak Maslani selaku dosen kami kiranya sedia untuk memperbaiki segala kekurangan yang teerdapat didalam makalah kami ini. Akhirnyaatas segala hormat,  kami ucapkan terimakasih.


Bandung, November 2008
                                                                                                                                           
                                                                                                                                              Penulis






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                                           i
DAFTAR ISI                                                                                                                          ii

BAB I  PENDAHULUAN                                                                                                   
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Inkar Sunnah………………………………………………………3
B.     Sejarah Kemunculan Paham Inkar Sunnah……………………………………3
C.     Pokok-pokok Ajaran dan Pemahaman Inkar Sunnah………………………..........................................................................14
D.    Alasan Inkar Sunnah Menolak Sunnah dan Hadits…………………………..18
E.     Pendapat Para Ulama dan Umat Islam Mengenai Inkar Sunnah………………………………………………………………………..23
F.      Upaya Dalam Menghadapi Inkar Sunnah………………………………………………………………………..25

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan…………………………………………………………………..27
B.     Saran…………………………………………………………………………29

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………30


                                                                   BAB I                                
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Aliran dan paham yang berbau agama ataupun yang berkedok pemikiran yang dianggap sesat tampak makin marak akhir-akhir ini. Sesat disini menurut Yan Tirtobisono dan Ekrom Z dalam kamus bahasa arab karangannya yaitu “dhalal” yang berarti “segala sesuatu atau setiap yang menyimpang dari jalan yang dituju (yang benar) dan setiap yang berjalan bukan pada jalan yang benar”. Karena bukan sebab-sebab atau maksud-maksud tersembunyi dibalik eksistensi suatu paham atau aliran. Entah itu karena motivasi duniawi yang ingin mengejar kekayan harta benda, kekuasaan, cari sensasi, dan ingin menjadi terkenal, atau hendak memecah belah umat ataupun memang dikarenakan kebodohan si pemimpin itu sendiri, dan masih banyak lagi maksud-maksud yang lain.
Mayoritas ulama dan umat Islam menyepakati bahwa hadist Nabi Saw. Sebagai sumber kedua jaran Islam setelah kitab suci Al-Qur’an. Tetapi ada salah satu aliran yang menolak hadist-hadist atau sunnah-sunnah Nabi, aliran ini dikenal dengan kelompok inkar sunnah. Inkar Sunnah atau Inkar Hadist ini melahirkan tokoh-tokoh yang berpengaruh pada masanya juga membuat ulama dan umat Islam, tertutama yang concern terhadap hadist, mengemukakan argumen-argumen atau pendapat-pendapat untuk melemahkan kelompok inkar sunnah.
Hal ini membuat penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai inkar sunnah. Oleh karena itu, penulis membuat makalah ini, dengan judul “Inkar Sunnah”.









B.     Rumusan Masalah
         Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.               Apa yang Dimaksud dengan Inkar Sunnah?
2.               Bagaimana Sejarah Kemunculan Ajaran Inkar Sunnah?
3.               Bagaimana Realita Faham/Ajaran Inkar Sunnah?




















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Inkar Sunnah
Inkar secara terminologi adalah “tidak mengakui/ingkar”(Bisono&Ekrom, 1987:25). adapun definisi sunnah secara etimologi berarti
 “Cara yang bisa ditempuh (inisiatif), baik ataupun buruk, sebagaimana sabda Nabi saw yang artinya: “barang siapa membuat inisiatif yang baik, ia akan mendapatkan pahala dan pahala orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa sedikit pun berkurang; dan barang siapa membuat inisiatif yang jelek, ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa sedikit pun berkurang,”(HR. Muslim).” (Al-Maliki, 2006:3)
Sedangkan secara terminologi beliau menyatakan didalam bukunya bahwa “para ulama berbeda-beda dalam memberikan definisi, disebabkan oleh perbedaan tujuan ilmu yang menjadi objek pembahasannya.”
Sedangkan pengertian lain dari inkar sunnah adalah “suatu paham atau kepercayaan yang menolak keberadaan sunnah dan hadis, mengingkari kedudukannya, dan tidak mau menggunakan hadis atau sunnah sebagai sumber syariat islam setelah Al-Quran.” (Hartono, 2002:45)
Menurut hemat penulis inkar sunnah adalah suatu paham atau kepercayaan yang hanya mengakui Al-Quran sebagai satu-satunya sumber syariat islam. Dan secara terang-terangan tidak menerima hadis nabi, baik yang mutawatir ataupun yang ahad.
B.Sejarah kemunculan kelompok Inkar Sunnah
Dalam literature ilmu hadis, kelompok inkar sunnah bedasarkan tahun kemunculan dan karateristiknya dibedakan atas dua periode yaitu:
1.      Kelompok Inkar sunnah pada abad klasik
Sejauh ini tidak ada bukti sejarah yang menjelaskan bahwa pada masa Nabi Muhammad saw. Masih hidup telah ada dari kalangan umat Islam yang menolak Sunnah dan hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Karena pada masa itu tampaknya umat Islam sepakat bahwa sunnah dan hadis merupakan sumber ajaran Islam yang signifikan disamping Al-Qur’an. Bahkan pada masa Khulafah Al-Rasyidin (632-661 M) dan Bani Umayah (661-750 M) belum terlihat secara jelas adanya kalangan umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran agama Islam. Barulah pada awal masa Bani Abbasiyah (750-1258 M) muncul secara jelas kelompok kecil umat Islam yang menolak sunnah menjadi salah satu sumber ajaran Islam. Imam Al-Syafi’I (150-204 H/767-819 M), dalam bukunya Al-Umm, menyatakan bahwa “kelompok yang menolak sunnah sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur’an telah muncul di penghujung abad ke dua atau awal abad ke tiga Hijriyah” (Http://www.algathafi.tv./html/malaqadafe.htm.). Pada saat munculnya kelompok tersebut telah melengkapi diri dengan sejumlah argumentasi untuk menopang pendirian mereka. Kepada mereka sesuai dengan kelompok mereka yang menolak sunnah, Al-Syafi’i menggunakan istilah Al-Thaifah allati raddat alkhobar kullaha (kelompok yang menolak hadis dan sunnah secara keseluruhan), yang dalam hal ini  dapat diidentikan dengan kelompok inkar sunnah. Selanjutnya Abu Zahwu menjelaskan bahwa kelompok inkar sunnah pada masa itu berdasarkan atas tiga kelompok, yaitu: kelompok pertama adalah kelompok yang menolak hadis Nabi Saw. Sebagai hujjah secara keseluruhan (muthalaqah), kelompok kedua adalah kelompok yang menolak hadis Nabi Saw. Yang kandungannya baik secara implisit maupun eksplisit tidak disebutkan dalam Al-Qur’an, kelompok ketiga adalah kelompok yang menolak hadis Nabi Saw. Yang berstatus mutawatir. Masing-masing kelompok ini mengedapankan argumentasi-argumentasi untuk mendukung sikap mereka tersebut. Argumentasi-argumentasi yang sempat mereka ajukan adalah:
a.       Argumentasi Kelompok Pertama
Kelompok yang menolak sunnah Nabi Saw. Sebagai hujjah secara keseluruhan mengajukan sejumlah argumentasi, diantaranya yang terpenting adalah:
1). Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT dalam bahasa Arab, jadi dengan penguasaan bahasa Arab yang baik, maka Al-Qur’an dapat dipahami dengan baik, tanpa memerlukan bantuan penjelasan dari hadis-hadis Nabi saw.
2). Al-Qur’an sebagaimana disebutkan Allah SWT dalam QS. Al-Nahl ayat 89, yang berbunyi:
Artinya: “(Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka sendiri, dan kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi atas seluruh umat manusia. Dan kami turunkan kepada Al-kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
Hal ini mengandung arti bahwa penjelasan Al-Qur’an telah mencakup segala sesuatu yang diperlukan oleh umat manusia. Dengan demikian maka tidak perlu lagi penjekasan lain Al-Qur’an.
1. Hadis-hadis Nabi saw. Sampai kepada kita melalui suatu proses periwayatan yang tidak terjamin luput dari kekeliruan, kesalahan dan bahkan kedustaan terhadap Nabi saw. Oleh karena itu, nilai kebenarannya tidak meyakinkan, karena status keyakinan ini, maka hadis tersebut tidak dapat dijadikan sebagai penjelas bagi Al-Qur’an yang diyakini kebenarannya secara mutlak.
2.      Berdasarkan atas riwayat Nabi saw. Yang artinya: “apa-apa yang sampai kepadamu dari saya, maka cocokanlah dengan Al-Qur’an. Jika sesuai dengan Al-Qur’an maka Aku telah mengatakannya, dan jika berbeda dengan Al-Qur’an maka Aku tidak mengatakannya. Bagaimanakah aku dapat berbeda dengan Al-Qur’an sedangkan dengannya Allah memberi petunjuk kepada ku.” Riwayat tersebut dalam pandangan mereka berisi tuntutan untuk berpegang kepada Al-Qur’an, dan tidak kepada hadis Nabi saw. Dengan demikian menurut riwayat tersebut , hadis tidaklah berstatus sebagai sumber ajaran Islam.
b.      Argumentasi Kelompok Kedua
Kelompok yang menolak hadis Nabi yang kandungannya tidak disebutkan, baik secara emplisit maupun eksplisit. Menurut Al-Syafi’i, pada dasarnya kelompok kedua sama kelirunya dengan inkar sunnah kelompok pertama, yakni menolak kelompok hadis Nabi secara keseluruhan. Argument yang dikemukakan oleh kelompok kedua ini sama seperti yang dikemukakan oleh kelompok pertama, yaitu bahwa Al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan ajaran-ajaran Islam. Ini berarti bahwa menurut mereka hadis Nabi tidak punya otoritas menentukan hukum diluar ketentuan yang termaktub dalam Al-Qur’an. Karenanya, dalam menghadapi suatu masalah, meskipun ada hadis yang membicarakannya atau mengaturnya, mereka tidak akan berpegang pada hadis tersebut jika tidak didukung oleh ayat Al-Qur’an.
c.       Argumentasi Kelompok Ketiga
Kelompok yang menolak hadis Nabi yang berstatus ahad dan hanya menerima hadis-hadis Nabi yang berstatus mutawatir. Argumentasi utama mereka bahwa hadis ahad, sekalipun diantaranya memenuhi persyaratan sebagai hadis shahih, adalah zhanni al-wurud (proses penukilannya tidak meyakinkan). Dengan demikian, kebenerannya sebagian datang dari Nabi tidak dapat di yakini sebagaimana hadis mutawatir. Selanjutnya mereka berpendapat bahwa urusan agama haruslah didasarkan pada dalil-dalil qat’iy yang diterima dan diyakini kebenarannya oleh seluruh umat Islam. Dalam hal ini, dalil qat’iy yang diterima dan diyakini kebenarannya hanyalah Al-Qur’an dan hadis-hadis mutawatir sajalah yang baik dijadikn pegangan dalam urusan agama atau sebagai sumber ajaran Islam. Di samping itu, kelompok inkar sunnah kelompok yang ketiga ini juga mengutip beberapa ayat-ayat Al-Qur’an, yang diberi interpretasi sedemikian rupa hingga tampak sejalan alasan utama mereka. Diantaranya ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka kutip adalah:
(QS. Al-Isra’ ayat 36) yang artinya “Dan janganlah kamu mengikutip apa-apa yang kamu tidak mempunyai pengetahun tentangnya.” Dan (QS. An-Najm ayat 28) yang artinya “sesungguhnya (hal yang bersifat) zanni itu tidak menghasilkan kebenaran sedikitpun juga.” Menurut mereka, kedua ayat tersebut memberikan pelajaran kepada umat Islam agar waspada dan hati-hati terhadap segala sesuatu yang tidak diketahui kebenarannya secara pasti (qat’i), apalagi yang bersifat masih berupa dugaan (zanni). Dalam hal ini, menurut mereka lagi, hadis ahad termasuk kedalam kelompok segala sesuatu yang masih bersifat dugaan semata. Oleh karena itu, haruslah ditinggalkan.
1.      Kelompok Inkar Sunnah Pada Abad Modern
Setelah vakum hampir sebelas abad sebagai konsekuensi logis dari argumentasi-argumentasi Al-Syafi’I, maka sekitar peralihan abad kesembilan belas ke abad kedua puluh Masehi kelompok inkar sunnah kembali muncul ke permukaan sekaligus ingin menyebarluaskan pendapat mereka kepada umat Islam. Kelompok inkar sunnah inilah yang lantas dianggap sebagai kelompok inkar sunnah abad modern. Jika kelompok inkar sunnah klasik hanya terdapat di irak, khususnya di basrah, maka kelompok inkar sunnah abad modern tersebar di beberapa wilayah Islam. Hal ini yang disebutkan terakhir, kemungkinan besar disebabkan oleh imperialisme dan kolonialisme barat ke berbagai wilayah Islam. Selanjutnya berbeda dengan kelompok inkar sunnah klasik yang sulit untuk diidentifikasikan secara pasti, kelompok inkar sunnah abad modern, terutama tokoh-tokohnya dapat diketahui dengan jelas dan pasti. Berikut ini adalah sejarah munculnya inkar sunnah pada abad modern diberbagai Negara, yaitu:
a.      Inkar Sunnah di Indonesia
 “Paham dan ajaran sesat inkar sunnah ini muncul di Indonesia sekitar tahun 1980-an.” (Hartono, 29-31)  Pengajian mereka cukup ramai dimana-mana, khususnya di Jakarta. Dimanapun pengajian itu mereka adakan, jama’ah tinggal naik mobil antar jemput. Beberapa masjid di Jakarta mereka kuasai. Dianataranya adalah masjid Asy-Syifa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Rumah sakit teersebut menyatu dengan Universitas Indonesia serta tempat praktik Fakultas Kedokteran UI. Pengajian tersebut dipimpin oleh Haji Abdul Rahman Pedurenan Kuningan Jakarta. Pengajian dimulai ba’da magrib dan diikuti banyak orang. Lama kelamaan pengajian itu tidak pakai adzan dan iqomat ketika akan melaksanakan shalat, karena adzan dan iqamat tidak ada dalam Al-Qur’an, sedangkan seluruh shalat dilakukan dua rakaat.
Disamping pengajian rutin yang mereka lakukan, ternyata kelompok inkar sunnah ini juga banyak mencetak buku-buku untuk menyebarkan paham sesatnya ditengah-tengah masyarakat, begitu pula dengan penyebarannya dengan kaset-kaset. Setelah diselidiki oleh Hartono Ahmad Jaiz, ternyata yang mengeluarkan biaya cukup besar uuntuk pengajian tersebut adalah Lukman Saad. Lukman Saad berasal dari Padang Panjang Sumatra Barat, Sarjana Muda Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dia bekerja sebagai direktur sebuah penerbitan yang cukup besar dan terkenal.
Sebelumnya, penerbitan milik Lukman Saad ini hanyalah penerbitan kecil yang percetakannya dikerjakan dengan tangan. Namun, setelah dia bolak-balik ke negeri belanda (entah apa urusannya), tau-tau dia sudah memiliki mesin percetakan yang cukup modern yang didatangkan dari belanda. Dengan mesin percetakan yang modern itulah Lukman Saad mencetak dan menerbitkan buku-buku yang berisi ajaran inkar sunnah.
Selain itu juga, Lukman Sad mempunyai hubungan dengan Ir. Irham Sutarto, ketua serikat buruh perusahan Unilever Indonesia di Cibubur, Jawa Barat. Ir. Irham Sutarto adalah seorang tokoh inkar sunnah Indonesia yang pertama kali menulis buku yang berisi ajaran sesat inkar sunnah dengan tulisan tangan, dan tulisan tangan inilah yang dilaporkan oleh pak hartono Ahmad Jaiz dan kawan-kawannya ke jaksaan Agung RI yang akhirnya dilarang peredarannya.
Yang perlu dicatat dalam masalah perkembangan ajaran sesat inkar sunnah di Indonesia ini bahwa peran Ir. Irham Surtarto Ketua Serikat Buruh perusahaan Unilever ini sangat besar, sebagaimana diketahui unilever ini adalah perusahaan besar milik orang Yahudi Belanda. Sementara itu, Lukman Saad selaku Direktur perusahaan Swasta yang bergerak dibidang penerbitan, mendapatkan mesin percetakan modern untuk mencetak buku- buku Inkar Sunnah setelah kepergiannya ke belanda. Tidaklah dibalik permainan ini ada tangan-tangan Yahudi yang berusaha untuk menghancurkan Islam di Indonesia.
Karena memperhatikan betapa hebatnya kegiatan yang dilakukan Inkar sunnah ini, penelitian dan pelacakanpun terus dilakukan. Ternyata, dedengkot kelompok inkar sunnah ini adalah marinustaka, keturunan Indo-Jerman yang tinggal di Jl. Sambas IV No. 54 Depok Lama, Jawa Barat. Daerah depok lama ini sejak zaman belanda hingga sekarang masih perkampungan khusus Kristen peranakan belanda. Disana terdapat gereja-gereja yang terdapat diseluruh Indonesia. Namun Alhamdulillah dengan izin Allah, yayasan Islam Al-Qalam telah berhasil membangun sebuah masjid beserta tepat kegiatan dakwahnya dan pendidikan Islam ditengah perkampungan mereka dan gereja-gereja yang padat tersebut.
Marinustaka mengaku bahwa dirinya bisa membaca Al-Qur’an tanpa belajar terlebih dahulu. Dia mengajarkan paham sesat ini dimana-mana di Jakarta, termasuk mengajari para karyawan kantoran di gedung-gedung bertingkat. Lalu, pada Jum’at malam Sabtu tanggal 14 Juni 1983, Marinustaka tokoh inkar sunnah ini di tangkap beramai-ramai ketika sedang mengadakan pengajian di jalan Bakti, tanjung Priok, Jakarta utara. Kemudian, Marinus Taka Diserahkan ke kantor KODIM Jakarta Utara untuk diusut.
 Setelah terjadinya kejadian ini, kejaksaan Agung di mohon agar segera melarang gerakan aliran sesat Inkar Sunnah. Akhirnya, karena keresahan umat dengan adanya pengajian sesat tersebut sering dimuat oleh koran-koran dan majalah, maka pada tanggal 30 September 1983 keluarlah surat keputusan dari Kejaksaan Agung RI (Nomor :Kep-169/J.A/9/1983) yang melarang keberadaan inkar Sunnah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Selain itu, buku-buku inkar Sunnah karangan Nazwar Syamsu dan Dalimi Lubis juga dinyatakan di larang beredar.
b. Inkar Sunnah di India dan Pakistan
    Syaikh  Abdul A’la Al-Maududi mengatakan, bahwa “setelah masuk abad ketiga Hijriyah kabar inkar sunnah tidak lagi terdengar. Akan tetapi, fitnah inkar sunnah ini kini muncul kembali. kalau dulu kelahirannya ialah di Irak, sekarang ia berkembang pesat di India”. (http://www.balady.net/abuislam/derasat/sunnah-deny.htm).
     Inggris memang hebat, India termasuk Pakistan yang semula tidak terdengar ada gejolak penyimpangan akidah Islam, menjadi tempat yang sangat subur untuk penyelewengan ini setelah dijajah. Banyak kelompok-kelompok inkar sunnah bermunculan di India, diantaranya:
1.   Kelompok Ahludz-Dzikri Wal Quran
        Kelompok ini didirikan oleh Maualwi Abdullah Cakralawi. Namun, kini kelompok ini sudah mulai surut pendukungnya, meskipun masih mempunyai sejumlah kantor perwakilan disebagian kota di Pakistan. Adapun bangunan kantor pusatnya yaitu semacam mesjid tanpa mihrab dan ada perpustakaan  kecil.
Mereka maenerbitkan majalah bersama “Balagh Al-Qur’an,”yang sekarang dipimpin oleh Muhammad Ali Rasul Nakri. Sedangkan buku-buku yang ditebitkan tidak ditulis nama penulisnya, melainkan ditulis nama “Idarah Balagh Al-Qur’an.” Mereka Shalat Jum’at dua rakaat dengan sekali sujud setiap rakaat. Shalat sehari tiga kali. Dan, ucapan salam mereka yaitu “Sallamun ‘alaikum thibtum fadkhuluuhaa khaalidiin.”
2.   Kelompok Ummah Muslimah
            Pendiri kelompok ini adalah Khawajah Ahmaduddin Amritsari di kota Amritsar. Kemudian pusat kegiatannya dipindahkan ke Lahore pada tahun 1947 M setelah Pakistan melepaskan diri dari India. Tetapi, gerakan ini tidak sanggup berkembang lama dihadapan Pahlawan para ulama Pakistan itu. Lalu, pendiri dan para pemimpin kelompok ini pergi satu demi satu hingga aktifitas kelompok ini pun berhenti. Majalahnya yang bernama “Balagh ‘Anish–Shudu” juga tidak terbit lagi. pernah pada tahun 1960-an mereka hendak bangkit lagi dengan menerbitkan majalah dengan nama “Al-Bayan.” Namun itu pun tidak berlangsung lama.
3.   Kelompok Thulu’ul Islam
  Bisa dibilang kelompok ini adalah kelompok inkar sunnah terbesar.Meskipun banyak mengalami hambatan dikarenakan ijma’ (Kesepakatan) para ulama dan kaum muslimin disana yang mengkafirkan mereka, kelompok ini tetap masih bisa bergerak. Pendiri kelompok ini adalah Ghulam Ahmad Perwez di India sebelum kemerdekaan Pakistan, pada tahun 1938 M. Mereka punya majalah bernama “Thulu’ul Islam.”
     Mereka punya banyak kantor cabang diseluruh Pakistan, bahkan cabangnya sampai ke Mesir, Eropa, dan Amerika. Pada tahun 1956 M di kota Lahore, diselenggarakan konferensi mereka yang pertama kali. Dan, pada tahun 1956 ini juga keluar keputusan Mahkamah Pakistan yang membubarkan seluruh organisasi dan pergerakan tanpa kecuali, setelah adanya keduta militer yang di pimpin oleh Jenderal Ayub Khan. Tetapi, dikarenakan kedekatan para petinggi kelompok ini dengan kekuasaan, kelompok Thulu’ul Islam ini tidak dibubarkan.
4.   Kelompok Ta’mir Insanet
   Ini adalah kelompok inkar sunnah termuda di Pakistan. Sebab, kelompok ini berdiri sekitar tahun 1975 M. Pendirinya adalah Abdul Khaliq Mawaldah. Di antara anggota kelompok ini ada seorang  (mungkin satu-satunya)yang menonjol kepandaiannya dan diterima banyak orang. Dia adalah Al-Qadhi Kipayatullah, seorang yang pintar berpidato dan fasih bicaranya. Dia adalah seorang lulusan S2 Jurusan Bahasa Arab. Namun dia juga menguasai Bahasa Urdu dan Bahasa Inggris dengan baik. Bisa dikatakan bahwa Al-Qadhi Kifayatullah ini adalah juru bicaranya kelompok inkar Sunnah Ta’mir Insanet. Dia mempunyai sejumlah buku yang diterbitkan dengan cetakan yang luks.
      Kemudian, di antara tokoh-tokoh inkar Sunnah di India (dan Pakistan) ini yang paling terkenal yaitu; Maulawi Abdullah Cakralawi dan Khawajah Ahmadudin Amritsari. Dua orang tokoh Inkar Sunnah ini hidup sezaman, namun memiliki beberapa perbedaan prinsip meskipun secara umum sama-sama mengingkari Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
      Cakralawi lahir tahun 1839 M di desa Cakrala provinsi Punjab, India. Dia berasal dari keluarga yang berilmu dan taat bragama. Pada tahun 1899 M , Cakralawi  menulis buku tafsirnya yang terkenal dan di dalamnya terang-terangan menyatakan keingkarannya secara mutlak terehadap Sunnah Nabi. Lalu, dia bergabung kedalam kelompok yang bernama “Ahlul Qur’an” selama tiga pulah tahun, sebelum mendirikan sendiri kelompoknya. Buku-buku karangan Cakralawi jumlahnya mencapai enam belas jilid, semuanya dengan Bahasa Urdu.
        Prof. DR. Muhammad Ali Qashwari, seorang ilmuan Pakistan lulusan Cambridge University, Inggris, mengatakan bahwa, “yang memilih Abdullah Cakralawi untuk membawa misi inkar sunnah adalah delegasi Kristenisasi dari Inggris. Lembaga Kristenisasi inilah yang secara rutin membiayai seluruh dana yang diperlukan Cakrawali, baik secara langsung maupun tidak langsung ( Majalah Isya’ah As-Sunnah. Jilid 19. lampiran ke-17. hl. 211.). hingga akhirnya pada penghujung tahun 1902 M, keluarlah fatwa ijma’ ulama yang ditanda tangani para ulama India (dan Pakistan serta Banglades) yang mengafirkan Cakrawali serta memutuskan hubungannya dengan agama Islam dan kaum muslimin. Kemudian, ketika Cakrawali ini mati pada tahun 1914 M, seluruh anggota keluarganya tidak ada satupun yang mau mengurusnya. Lalu, mayatnyapun dikuburkan oleh salah seorang pengikutnya”. (http://www.mojahed.net/ib/index.php?showtopic=4332&st.)

      Adapun Khawajah, dia lahir di Amritsar India, tahun 1981, juga dari keluarga yang taat beragama. Bahkan Khawajah pernah di sekolahkan di Madrasah Tahfizh Al-Qur’an. hanya saja tidak diberitakan apakah Khawajah sudah hafal Al-Quaran apa belum. Namun, meskipun belajar agama Islam, Khawajah jaga pernah belajar di sekolah Kristen. Dia mempelajari Bibelnya orang Kristen dan terbiasa dengan metode pengajaran mereka. Khawajah menguasai Bahasa Arab, Persia, Urdu, dan Inggris dengan baik. selain itu, tentu saja ia menguasai bahasa asli daerahnya. Lebih dari itu, dikabarkan Khawajah juga mahir dalam ekonomi, sejarah, geografi, fisika, dan juga ilmu-ilmu agama Islam.
      Khawajah termasuk orang inkar sunnah yang moderat, terutama sebelum ia mendirikan kelompoknya sendiri pada tahun 1926 M. Dia mempunyai hubungan baik dengan semua kelompok keagaman dan partai politik. Bahkan, dia termasuk orang yang tidak terlalu menyerang kelompok lain. Namun bagaimanapun juga, Khawajah adalah seorang inkar Sunnah sejati. Dia menyerukan Al-Qur’an sebagai satu-satunya kitab pegangan umat Islam, dan bahwa cukup dangan hanya Al-Qur’an tanpa perlu sumber lain.dia mengatakan tidak perlunya memakai tafsir apa pun yang bersandarkan hadits-hadits Nabi dalam memahami Al-Qur’an. Khawajah meninggal pada 2 Juni 1936 M.
      Tokoh-tokoh lain gerakan inkar sunnah dari India dan Pakistan yang juga disebut, yaitu: Maulawi Gragh Ali bin Muhamad (lahir 1844 M), salah seorang teman dekat nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad. Dia bersama Ghulam Prwez mendirikan Jam’iyah Ahlil Quran. Kemudian Muhamad Aslam Jarajburi (1880-1955 M), seorang hafizh Al-Qur’an yang keblasuk menjadi inkar sunnuah ketika dia kalah debat dengan mereka dalam masalah waris. Lalu, Muhibbul Haq (1870 - 1950 M) yang tadinya adalah seorang sufi Naqsyabandi, bahkan telah menulis buku tentang tasawuf. Kemudian ketika dia masuk inkar sunah, diapun menulis bukunya yang ketiga dan yang terakhir, yang di dalamnya mengatakan tidak perlunya mengambil sunah Nabi dalam masalah Agama. Dan, Ahmad Khan Al-Muttaqi ( 1817 – 1897 M ) yang pernah berkerja sebagai hakim di pengadilan Inggris. Sehingga tidak begitu mengherankan ketika dia berganti haluan menjadi inkar sunah. Ahmad Khan pernah menulis sejumlah buku, di antanya berjudul” Khalqul Insan” (Penciptaan Manusia) yang di dalamnya dia mengadopsi teori Darwin dengan mengambil dalil-dalil secara ngawur dari Al-Quraan. 
c. Inkar Sunnah di Mesir
            Di bumi Al-Azhar ini, inkar Sunnah juga menampakan taringnya. Propaganda inkar sunnah mulai muncul pada masa pemerintahan Muhammad Ali Pasha, tepatnya ketika dimulainya pengiriman deligasi ilmiah ke Itali tahun 1908 M, yang kemudian juga ada pengiriman para Sarjana ke Prancis.
            Pada tahun 1928 M di Kairo berdiri lembaga inkar Sunnah bernama “Jam’iyah Ar-Rabithah Asy-Sarqiyah” yang beranggotakan para pemikir, cendikiawan, dan sastrawan yang berkaidah menyimpang. Lembaga ini adalah kelompok inkar Sunnah yang pertama kali berdiri secara terorganisir di luar India. Mereka menerbitkan jurnal bulanan bernama “Ar-Rabithah Asy-Sarqiyah”. Di antara angota lembaga ini yang terkenal, yaitu: Thaha Husain, Ali Abdurraziq, Salamah Musa, Muhammad Husain Haikal, dan Ahmad Amin. Dan, karena anggotanya adalah tokoh-tokoh ‘nyeleneh’, maka mereka pun dijuluki sebagai “Jam’iyah Al-Ilhadiyah Al-Mishriyah” (Lembaga Atheisme mesir) oleh majalah “Al-Fath” yang terbit waktu itu.
            Akan tetapi, dikarenakan perlawanan yang sangat gencar yang dilakukan oleh umat Islam di Mesir dan para ulamanya, lembaga sesat itu pun tidak bertahan lama, hanya dua tahun beberapa bulan. Dan, lembaga ini adalah organisasi inkar sunnah yang pertama dan terakhir kali yang ada di Mesir, sebab orang-orang Mesir tidak pernah menerima siapa pun yang berani melecehkan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Namun demikian, secara personal, di Mesir masih saja ada sebagian tokoh yang berpaham sesat inkar sunnah.
  Sebelumnya, pada tahun 1910-an, DR. Muhammad Taufiq Shidqi menulis sebuah artikel yang dimuat dua kali berturut-turut di majalah Al-Manar, yang berjudul  “Al-Islam Huwa Al-Qur’an Wahdah” ( Islam adalah Hanya Al-Qur’an). Taufiq Shidqi mengatakan, “ setelah melalui pemikiran dan perenungan yang panjang, saya mendapatkan Islam adalah Al-Qur’an dan apa yang disepakati oleh para ulama salaf dan khalaf secara praktik dan keyakinan bahwa ia adalah agama yang wajib diikuti. Dan, tidak termasuk di dalamnya sunah Qauliyah yang memang tidak disepakati untuk diikuti”.
Pada tahun 1934 M, muncul seorang penulis muda kelahiran Alexandria (1911 M), Mesir, bernama Ismail Adham. Ismail adalah seorang Doktor lulusan Universitas Moskow, Rusia (Uni Soviet), yang pernah mengajar di sebuah perguruan tinggi di Ankara, Turki. Dia menulis buku berjudul “Mashadir At-Tarikh Al-Islamiyah” (sumber-sumber sejarah Islam) yang di dalamnya melecehkan akidah Islam dan sumber-sumber  hukumnya. Buku ini membuat geger rakyat Mesir dan para ulama di Universitas Al-Azhar Asy-Syarif. Untuk mengatasi hal tersebut seorang ulama Al-Azhar, Syaikh Muhammad Ali Ahmadin, menulis buku yang berjudul “As-Sunnah Al-Muahmmadiyyah wa Kaifa Washalat Ilayna” (Sunnah Nabi Muhamad dan bagi mana ia sampai kepada kita).
Selanjutnya, ada lagi tokoh inkar Sunnah yang cukup menonjol. Dia adalah DR. Rasyad Khalifah, Doktor teknik pertanian lulusan California University. Pada tahun 1957 M., setelah lulus sajana dari Universitas Ain Syams, Kairo, Rasyad sempat bekerja di salah satu lembaga pertanian swasta di Mesir. Tapi dia beberapa kali mendapatkan teguran karena sering mangkir kerja. Dan pada tahun 1959, Rasyad meneruskan Studinya ke Amerika, dan tujuh tahun kemudian berhasil meraih gelar S3-nya. Lalu, pada tahun 1966 dia pulang kembali ke Mesir dengan membawa seorang istri warga negara Amerika.
Merasa misinya gagal di Mesir, tidak lama kemudian Rasyad kembali lagi ke Amerika dan memperoleh kewarganegaraan Amerika. Di Amerika Rasyad diangkat sebagi imam sebuah ‘masjid’ di Tucson. Dia juga mendirikan Qur’anic Society disana. Rasyad digaji ratusan ribu dolar dengan fasilitas kantor yang sangat lengkap. Ini semua untuk melaksanakan misi sesatnya. Dia diberi tugas untuk mengaku sebagai nabi. Dia juga mengumumkan teori ketuhanannya tentang mukjizat angka dalam Al-Qur’an. Rasyad pun dikenal sebagai tokoh inkar Sunnah di Amerika Serikat.
Rasyad Khalifah, Ph.D mempunyai satu buku berjudul “Quran, Hadits, and Islam“ yang dijual di internet; www.amazon.com. Dia juga memiliki beberapa makalah dan rekaman sejumlah pidatonya. salah satu makalahnya yang menghujat sunnah nabi berjudul, “Islam;Past,Present, and Future”(Islam, Dahulu Sekarang dan akan datang)”. di antara kesesatannya, adalah pernyataanya, bahwa sunnah nabi berasal dari setan, ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak bisa tunduk pada teori ilmiah adalah ayat setan, para ulama kaum muslimin adalah paganis, Imam Al-Bukhari kapir, mempercayai hadits sama saja mempercayai iblis, dia menerima wahyu dari Allah sejak umur 40 tahun sunnah adalah penyebab runtuhnya Daullah Islamiyah, dan sebaginya. Rasyad Khalifah tewas dibunuh pada bulan Desember 1989 tidak berapa lama setelah keluar fatwa dari Mukti Kerajaan Saudi Arabia, Syaikh Abdul Aziz Abdullah bin Baz, yang menyatakan kekafiran dan kemurtadannya. Selain yang telah kami sebutkan, di Mesir juga masih terdapat sejumlah tokoh inkar Sunnah yang lain. Misalnya: Thaha Husain, Faraj Faudah, Sayyid Muhammad Al-Kailani, Ali Abduraziq, Muhammad Ad-Damanhuri, Said Al-Asymawi, Muhammad Ahmad Khalafallah, Jamal Al-Banna, Qasim Amin, Ahmad Amin, Nasher Hamid Abu Zaid Hasan Hanafi, dan lain-lain.meskipun mungkin orang-orang tidak mengenalnya secara mutlak sebagai inkar Sunnah. Akan tetapi, dari buku-buku dan sejumlah pendapatnya, sejatinya mereka adalah orang-orang inkar Suannh,
d.   Inkar Sunnah di Malaysia 
Tampaknya, Inkar Sunnah di Malaysia lebih subur dan berani dari pada di Negara kita, Indonesia. Jika kita membuka situs www.e-bacaan.com kita akan menemukan betapa inkar sunnah di Malaysia cukup subur pertumbuhannya. Hal ini dikarenakan oleh seorang Islamolog Ketua Partai Komunis bernama Qasim Ahmad. Dengan karya tulisnya, dengan beraninya dia mengeluarkan statemen-statemen yang melecehkan hadits Nabi. Qasim Ahmad adalah pengagum Rasyad Khalifah, sehingga pandangannya tentang hadits-hadits Nabi sejalan dengan Rasyad Khalifah. Melalui bukunya yang berjudul “Hadits Sebagai Suatu Penilaian Semula “ dengan beraninya dia menyeru umat Islam agar meninggalkan hadits-hadits Nabi, menurut penilaianya hadits merupakan penyebab utama terjadinya perpecahan dan kemunduran umat Islam. Selanjutnya dia menjelaskan bahwa kitab-kitab hadits yang terkenal, seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim adalah kitab-kitab yang menghimpun hadits-hadits yang berkualitas dha’if dan maudhu’. Di samping itu, banyak matan hadits yang termuat dalam kitab hadits tersebut isinya bertentangan dengan Al-Qur’an dan logika.
C. Pokok-Pokok Ajaran dan Pemahaman Inkar Sunnah
     Pada dasarnya, pokok-pokok ajaran dan pemahaman serta pemikiran mereka adalah anti sunnah Rasulullah Shallalahu Alaihi wa Sallam. Segala yang menabrak dan bertentangan sunnah, itulah paham mereka. Mereka mengikuti Al-Qur’an dan tidak mengakui sunnah. Bagi mereka, sunnah adalah bid’ah yang diada-adakan oleh manusia yang tidak perlu diikuti.
Pada pembahasan ini, kami tampilkan sebagian besar ajaran dan pemahaman mereka, dan dengan menggunakan bahasa mereka diantaranya yaitu :
1.       Al-Qur’an Adalah Satu-satunya Kitab Pegangan
    Menurut mereka, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mungkin menanbah-nambahi apa yang diturunkan Allah kepadanya. Nabi sendiri hanya bersandar dan berpegang kepada Al-Qur’an Al-karim. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kita suci al-Qur’an surah Al- Kahfi ayat 27 yang artinya: ”Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab tuhanmu (Al-Qur’an). Tidak ada (Seorangpun) yang dapat mengubah kalimat-kalimatNya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain daripada-Nya.”
 Dalam ayat diatas jelas disebutkan, bahwa Nabi diperintah oleh Allah untuk hanya membacakan Al-Qur’an saja kepada manusia. tidak membacakan yang lain. Itulah makanya, sebagai seorang mukmin, kita harus merasa cukup dengan Al-Qur’an saja sebagai kitab pegangan. Sebab, memang hanya Al-Qur’an lah yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Firman Allah dalam surah Al- Ankabut ayat 51 yang artinya : “Dan Apakah tidak cukup bagi mereka bahwa kami telah menurunkan Al-Qur’an kepadamuyang dibacakan kepada mereka?”
       Lagi pula masih dalam ayat yang sama, Allah mengatakan bahwa dengan hanya mencakupkan Al-Qur’an saja sebagai kitab pegangan, maka akan mendatangkan rahmat dan pelajaran. Kata Allah, “Sesungguhnya di dalam (Al-Qur’an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman ,” (Al-Ankabut : 51)
Jadi, menurut mereka, sunnah Nabi yang terdapat dalam berbagai kitab-kitab hadits tidak perlu -bahkan tidak bisa- dijadikan pegangan. Sebab, Allah sendirilah yang menyatakan dan menyuruh agar kita hanya menjadikan Al-Qur’an saja sebagai pegangan, tanpa disertai dengan yang lain (Baca; Sunnah).
2.      Al-Qur’an Adalah Kebenaran yang Pasti dan Selain Al-Qur’an adalah Sangkaan Belaka
Menurut mereka, Al-Qur’an Adalah Satu-satunya kitab yang tidak ada keraguan didalamnya. Apa yang didalam Al-Qur’an adalah suatu kebenaran yang pasti. Adapun kitab-kitab yang selain Al-Qur’an yang dianggap olah penulisnya atau penyusunnya sebagai satu kebenaran adalah hal yang sifatnya relatf, bisa benar dan bisa pula bohong. Dan, apa pun yang masih memungkinkan terdapat kebenaran dan kebohongan, maka itu termasuk dalam lingkup sangkan belaka. Sedangkan agama Allah yang pasti benar ini tidak mungkin berdiri di atas suatu sangkaan belaka. Agama Allah ini harus berdiri di atas suatu kebenaran yang pasti. Itulah makanya, Allah Subhanahu wa Ta’alla telah menjamin akan menjaga kitab-Nya dari segala campur tangan manusia dan penyelewengan. Firman Allah :”Itulah kitab (Al-Qur’an)yang tidak ada keraguan didalamnya sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.”(Al-Baqarah: 2)
Jadi, menurut mereka, hadits atau sunnah adalah sesuatu yang sifatnya sangkaan belaka dan penuh dengan keraguan. Dengan demikian, hadits dan sunnah tidak bisa dijadikan sebagai sumber syariat islam. Sebab, agama ini harus berdiri di atas sesuatu yang pasti kebenarannya dan bukan sesuatu yang sifatnya masih berupa sangkaan yang masih diragukan kebenarannya.
3.      Al-Qur’an Tidak Perlu Penjelas Selain Al-Qur’an
Menurut mereka, Al-Qur’an tidak perlu dijelaskan oleh selain Al-Qur’an. Sebab, penjelasan selain Al-Qur’an sudah ada di dalam Al-Qur’an sendiri. Al-Qur’an adalah penjelas Al-Qur’an. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:”Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk, satelah kami menjelaskannya kepada manusia dalam Al-kitab; merekaitu dilaknat oleh semua yang bisa melaknat.”(Al-Baqarah:159)
Dalam ayat di atas jelas dikatakan bahwa ayat-ayat -Al-Qur’an itu sudah jelas dan tidak memerlukan penjelasan lagi. Sebab, Allah Subhanahu wa Ta’ala sendirilah yang telah menjelaskannya kepada manusia. Dalam ayat lain dikatakan,”Dan sesungguhnya telah kamu mudahkan Al-Qur’an untuk dijadikan pelajaran. Maka, Adakah orang yang mau mengambil pelajaran?” (A-Qamar: 22)
      Adalah suatu kesalahan jika mayoritas kaum mislimin menganggap bahwa banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang sulit dipahami, sehingga membutuhkan sesuatu untuk menafsirkannya. Padahal, Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah menegaskan dalam firmannya,
Artinya:”Dan tidaklah mereka datang kepadamu dengan membawa sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu dengan kebenaran dan tafsir yang paling baik.”(Al- Furqan: 33)
      Dengan demikian, tafsir yang baik bagi Al-Qur’an ada dalam al-Qur’an itu sendiri, sebagaimana yang dikatakan Allah dalam ayat di atas.
      Jadi, menurut mereka, kita tidak perlu susah-susah menafsirkan Al-Qur’an dengan merujuk kepada hadits-hadits nabi, perkataan para sahabat para imam, dan kitab-kitab tafsir yang muktabar?!
4.      Al-Qur’an Sudah Lengkap, Terperinci, dan menjelaskan segalanya
Menurut mereka, Al-Qur’an itu sudah lengkap dan terperinci sehingga tidak membutuhkan tambahan apa pun. Tidak ada lagi yang perlu dijelaskan dari Al-Qur’an, karena Al-Qur’an itu sendiri sudah terperinci. Dan , justru Al-Qur’an telah menjelaskan segala permasalahan dalam masalah agama ataupun dunia.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ”Tidaklah kami meninggalkan sesuatu pun dalam Al-Qur’an.” (Al-An’am :38)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,”Al-Qur’an Bukanlah hadits-hadits yang bibuat-buat, tetapi ia adalah pembenar apa yang ada dihadapannya dan memerinci segala sesuatu.” ( Yusuf: 111)
Allah tidak mingkain melalaikan suatu masalah yang penting dan meninggalkannya begitu saja. Sehingga , kita sebagai seorang mukmin yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentunya harus beriman pula bahwa Al-Qur’an yang diturunkan allah itu sudah cukup lengkap. terperici, dan telah menjelaskan segala permasalahan yang kita hadapi di dunia ini. Baik dalam urusan agama ataupun kaduniaan.
Jadi, menurt mereka kita mesti merujuk kepada al-Qur’an saja dalam beragama. kita tidak perlu merujuk kepada apa pun selain Al-Qur’an. Sebab, semuanya sudah tedapat di dalam Al-Qur’an.
5.      Tidak Ada Shalat Jum’at
      Selain hanya shalat sehari tiga kali. mereka juga tidak mengenal istilah shalat jum’at. Dalam arti kata, mereka tidak melaksanakan shalat jum’at sebagaimana yang bisa kita lakukan.Sebab, menurut mereka, shalat adalah kewajiban setiap orang Islam yang sudah ditentukan waktunya oleh Allah ta’ala.Dan, waktu tersebut bukanlah waktu seperti yang sering kita lakukan ketika shalat Jun’at, yakni di tengah hari. tidak ada sama sekali petunjuk dari Allah tentang waktu di tengah hari ini shalat Jum’at.Dalam Al-Qur’an disebutkan, “Sesungguhnya shalat itu adalah suatu kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”(An-Nisaa ;103)
Dan, waktu shalat Jum’at ini tidak bisa dikarang-karang sendiri oleh manusia. Sebab, Allahsudah menentukan bahwa waktu shalat dalam sehari semalam itu ada tiga kali. Adapun ayat tentang perintah shalat Jum’at sebagaimana termaktub dalam surat Al-Jumu’ah, maka ayat tersebut sama sekali tidak bertantangan dengan waktu shalat yang sudah ditentukan Allah.
6.      Tidak Ada Shalat Idul Adha dan Idul Fitri
 Orang-orang inkar Sunnah tidak pernah dan tidak mau melaksanakan shalat Id, baik idul Adha maupun Idul Fitri. Sebab, dalam Al-Qur’an sama sekali tidak ada petujuk dari Allah untuk melaksanakan Shalat Id ini. 

7.      Masjid Adalah Setiap Tempat Shalat (Mereka Tidak Punya Masjid)
Menurut mereka, setiap tempat yang di pakai sujud atau shalat adalah masjid. Dan mereka tidak mengenal istilah masjid dengan definisi dan praktik sebagaimana yang kita kenal. Ini adalah konsekuensi dari pemahaman mereka tentang shalat yang berbeda denagan kita. Sebab, mereka shalat sehari tiga kali, tiada gerakan yang tertentu dalam shalat, bahkan bacaan tertentu pun tidak ada.
8.      Tidak Ada Adzan dan Iqamat
   Menurut mereka, tidak ada adzan dan iqamat dalam Islam. ketika masuk shalat, tidak perlu ada adzan. Begitu pula tidak perlu ada iqamat ketika seseorang hendak shalat. Sebab, baik adzan maupun iqamat tidak ada tuntunannya dalam Al-Qur’an.
9.      Puasa Hanya Wajib Bagi Orang yang Melihat Bulan
Puasa Ramadhan hukumnya wajib. Akan tetapi itu hanya bagi yang melihat bulan di malam hari pertanda berakhirnya bulan Sya’ban dan masuknya bulan Ramdhan. Adapun bagi orang yang tidak melihat bulan sebagaimana dimaksud, maka dia tidak wajib berpuasa. Dalil mereka adalah firman Allah Ta’ala surah Al-Baqarah: 185 yang artinya:”karena itu, barangsiapa diantara kamu menyaksikan bulan, maka dia wajib berpuasa.”
10.  Jilbab Tidak Wajib
Menurut mereka, yang dimaksud dengan jilbab dalam Al-Qur’an adalah pakaian luar, yang bermakna pakaian longgar yang menutupi badan. Pakaian luar ini bisa berbentuk mantel, baju terusan panjang, jubah dan lain-lain. Namun demikian, bukan berarti jilbab itu harus menutupi seluruh badan, termasuk kepala, sebagaimana yang diyakini kaum muslimin selama ini. Sebab, dalam dua ayat dalam Al-Qur’an tentang perintah mengenakan jilbab ini, tidak disebutkan adanya perintah untuk menutupi kepala, yang ada hanyalah perintah untuk menutupi dada dan mengulurkan baju panjang.
D. Alasan Inkar Sunnah Menolak Sunnah atau Hadits
     Selain berbagai ajaran dan pemahaman sesat di atas, yang membuat mereka hanya mau beriman kepada Al-Qur’an dan Al-Qur’an saja sebagai satu-satunya kitab sumber syariat, mereka pun mempunyai alasan kenapa menolak sunnah Nabi. Meskipun menurut pengakuan mereka, sebetulnya yang mereka tolak bukanlah sunnah Rasul, karena sunnah Rasul adalah Al-Qur’an itu sendiri. Akan tetapi, yang mereka tolak sejatinya adalah hadits-hadits yang dinisbatkan kepada Nabi. Sebab, hadits-hadits tersebut menurut mereka merupakan perkataan-perkataan yang dikarang oleh orang-orang setelah Nabi. Dengan kata lain hadits-hadits tersebut adalah buatan manusia. Berikut ini adalah beberapa alasan mereka menolak sunnah atau hadits Nabi, yaitu :
1. Nabi Sendiri Melarang Penulisan Hadits
     Di satu sisi mereka menolak hadits Nabi. Tetapi di sisi lain, manakalah ada hadits yang sesuai dengan nafsu syahwat mereka, maka mereka pun mendukungnya. Bahkan, tanpa malu-malu mereka menjadikannya senjata untuk membenarkan sikap mereka dalam menyerang sunnah atau hadits Nabi. Mereka selalu mendengungkan dan berpegang teguh pada hadits Nabi yang mengatakan,
لا تكتبو ا عثي شيئا غير ا لقرا ث فمث كتب عني شيئا غير لقرا ث فليمحه (رو اه احمد والد ا رمي عث ا بي)
“Janganlah kalian menulis sesuatu pun dariku selain Al-Quran. Barang siapa yang menulis sesuatu dariku selain Al-Quran, maka hendaklah dia menghapusnya.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Ad-Darimi dari Abu Said
 Al-Khudri).
Dan hadits lain yang diriwayatkan Imam Al-Khathib Al-Baghdadi (w.463 H.) dari Abu Hurairah, yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah menemui sebagian sahabat yang ketika itu menulis hadits.
Beliau berkata, “Kalian sedang menulis apa?”
Mereka menjawab, “ Hadits-hadits yang kami dengar dari anda. “
Beliau bersabda, “ Apakah kalian berani menulis kitab selain kitab Allah ? Sesungguhnya umat sebelum kalian itu menjadi sesat dikarenakan mereka menulis kitab bersama-sama kitab Allah Ta’ala.“
Dua hadits ini dan hadits-hadits yang lain yang senada, mereka jadikan alasan untuk menolak sunah. Sebab, Nabi sendiri sudah melarang penulisan hadits. Lalu, bagaimana mungkin umatnya mengaku memiliki hadits-hasits yang bersumber dari Nabi? Jadi sesungguhnya yang namanya hadits Nabi itu tidak ada, karena nabi sendirilah yang melarang hadits. Dan, memang tidak mungkin bagi nabi untuk mengatakan perkataan-perkatan selain Al-Qur’an.
2. Hadits Baru Dibukukan Pada Abad Ke Dua Hijriyah
Orang-orang inkar sunah sama saja dengan para orientalis dalam hal ini. Mereka mengatakan bahwa hadits-hadits Nabi yang terdapat dalam kitab-kitab sunnah banyak bohongnya dan mengada-ngada karena baru dibukukan ratusan tahun setelah Nabi wafat. Kata mereka, isi kitab-kitab yang diklaim sebagai berasal dari Nabi itu tidak lain merupakan hadits dari gejolak politik, sosial, dan keagamaan yang dialami kaum muslimin pada abad pertama dan dua. Jadi, bagai mana mungkin kitab di bukukan sekitar dua abad setelah wafatnya nabi diyakini sebagai sunah Nabi ?.
Ignaz Goldziher (1850-1921 M), salah seorang tokoh orientalis Yahudi dari Hongaria yang dikutip dalam buku Difa’ ‘An-Nabawi/DR. Ahmad Umar Hasyim/hlm 36.
mengatakan, “sebagian besar hadits adalah hasil perkembangan keagamaan, politik, dan social umat Islam. Pada abad pertama dan kedua. Tidak benar jika dikatakan bahwa hadits itu merupakan dokumen umat Islam sejak masa pertumbuhannya. Sebab, itu semua merupakan buah usaha dari umat Islam pada masa kematangannya.
Menurut mereka, apabila memang benar hadits-hadits itu bersumber dari Nabi, semestinya sudah dibukukan sejak masa Nabi hidup. Bukan dua abad setelah beliau wafat.
3. Banyak Pertentangan Antara Satu Hadits dengan Hadits yang Lain
Di antara alasan yang membuat mereka menolak hadits adalah terdapat banyaknya hadits-hadits yang bertentangan satu sama lain. Kata mereka, “sekiranya itu adalah benar berasal dari satu sumber, yakni  dari Nabi, niscaya tidak akan ada di dalamnya hadits yang bertentangan. Lalu mereka pun menyebutkan sejumlah contoh hadits dalam suatu masalah yang saling bertentangan. Dan, di antara hadits yang sering mereka permasalahkan, misalnya adalah hadits tentang bacaan tasyahhud. Kemudian, dikarenakan hal ini, mereka pun menganti bacaan tasyahhud dengan ayat kursi”.( http://www.balady.net/abuislam/derasat/sunnah-deny.htm.i)
4. Hadits adalah Buatan Manusia
 Orang inkar sunnah selalu mendengung-dengungkan bahwa yang diturunkan Allah SWT hanyalah Al-Quran, dan bahwa selain Al-Quran adalah bukan dalil Allah. Mereka hendak mengatakan, bahwa hadits-hadits Nabi atau sunnah adalah buatan manusia, yang tidak mesti diikuti kecuali jika cocok dengan akal. Demikianlah salah satu cara mereka untuk menjauhkan kaum muslimin dari sunnah Nabinya.
Salah seorang tokoh mereka, DR. Muhammad Khalafallah yang dikutip dalam, As-sunnah Al-Muftara’Alaiha / hlm. 341, mengutip dari Al-Ghazw Al-Fikri / hlm. 275.
 Selain Al-Quran adalah pemikiran manusia, dimana kita berinteraksi dengannya sesuai dengan akal kita. ”Perkatan semacam ini kurang lebih sama dengan apa yang dikatakan Goldziher, “Ribuan Hadits adalah buatan para ulama yang ingin membuat agama ini menjadi sempurna. Para ulama itu membuat-buat hadits sendiri karena dalam Al-Quran hanya sedikit hukum yang diberikan. “
5. Hadits Bertentangan dengan Al-Quran
Orang inkar sunnah dengan segala kebodohan dan kesesatannya mengatakan bahwa banyak hadits yang bertentangan dengan Al-Quran. Mereka benar-benar tutup mata bahwa fakta yang sesungguhnya bukanlah pertentangan antara hadits dengan Al-Quran, melainkan sunnah datang untuk menjelasakan sebagian isi Al-Quran yang masih samar, dan merinci sebagian hukum dalam Al-Quran yang disebutkan secara global. Bahkan, ada pula sunnah atau hadits yang menasakh ( menghapus ) ayat Al-Quran. Merekapun menyodorkan sejumlah hadits yang mereka anggap bertentangan dengan Al-Quran. Misalnya:
1. Hadits tentang shalat Lima waktu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
خمس صلوات في اليو م والليلة (متفق عليه عث طلحة بث عبيدالله)
Lima kali Shalat dalam sehari semalam,” (Muttafaq Alaih dari   Thalhah Bin Ubaidillah)
Menurut mereka, hadits ini dan hadits yang lain tentang kewajiban shalat lima waktu bertentangan dengan firman Allah SWT, Allah berfirman “Dirikanlah Shalat ketika matahari tergelincir hingga gelap malam dan dirikanlah pula shalat Fajar. Sesungguhnya shalat Fajar itu disasikan oleh malaikat. “ (Al-Israa :78.)
Dalam ayat ini sama sekali tidak disebutkan shalat lima waktu. Allah hanya menyebutkan tiga waktu shalat dalam Al-Quran. Jadi, menurut mereka, hadits tentang shalat lima waktu bertabrakan dengan Al-Quran.
2. Hadits Nabi tentang kadar Zakat Mall 2,5%. Nabi SAW Bersabda:
 ا ثي قد عفوت لكم عث صد قة الخيل و الر قيق ولكث ها تو ار بع ا لعشر مث كل اربعيث د ر هما ( روا ه ا بث ما جه عث علي بث ابي طا لب )
“Sesungguhnya aku telah memaafkan kalian dari zakat kuda dan budak. tetapi, berikanlah dua setengah persen dari setiap empat puluh dirham; satu dirham.” (HR. Ibnu Majah dari Ali Bin Abi Thalib).
Hadits ini bertentangan dengan surah At- Taubah ayat 103 “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, yang dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.”
Dalam ayat ini, dan dalam banyak ayat tentang perintah zakat dalam Al-Quran, Allah sama sekali bahwa kadarnya zakat adalah dua setengah persen. Jadi, hadits tentang zakat ini bertentangan dengan Al-Quran.
Selain hadits-hadits di atas masih banyak hadits lagi yang mereka anggap bertentangan dengan Al-Quran.
6. Hadits Membuat Umat Islam Terpecah Belah
 Di antara alasan yang dilontarkan kenapa mereka menolak Sunnah atau hadits Nabi adalah karena hadits dianggap membuat umat Islam terpecah belah. Banyaknya hadits yang berbeda satu sama lain, membuat kaum muslimin pecah menjadi sejumlah golongan, seperti, Ahlu sunnah wal jama’ah, Syiah, Khawarij, Mu’tazillah, Murji’ah, Qadariyah, Jabariyah, dan masih banyak aliran yang lainnya.
Berdasarkan sumber dari http://www.e-bacaan. Com. Tuduhan orang inkar sunnah dalam masalah inilah yang membuat mereka selalu mendengung-dengungkan istilah, “Satu kitab, Satu Tuhan, Satu Umat”. Mereka mengatakan, bahwa hanya berpegang teguh kepada Al-Quran sajalah umat Islam bisa bersatu dan tidak terpecah belah.

7. Hadits Membuat Umat Islam Mundur dan Terbelakang
 Menurut orang-orang inkar sunnah, sesungguhnya hadits-hadits tentang mukjizat Nabi, takdir, adzab kubur, pertanyaan Munkar dan Nakir, kisah-kisah yang bagaikan dongeng, cerita-cerita tentang akhir zaman, syafaat Nabi di akhirat, dan hal-hal ghaib lainya, membuat kaum muslimin mundur dan terbelakang sehingga tidak bisa maju berkembang bersaing dengan umat-umat lain.
E. Pendapat Para Ulama dan Umat Islam Mengenai inkar Sunnah
     Mencermati keberadaan kelompok inkar sunnah tersebut serta beberapa argumentasi yang mereka kemukakan, baik aqly maupun naqly, para tokoh-tokoh hadits dan ulama ahli sunnah terkemuka merasa terpanggil untuk meluruskan kembali pendirian mereka yang dinilai sudah menyimpang. Di antara tokoh-tokoh hadits dan ulama ahli sunnah tersebut dalam hal ini, dapat disebutkan beberapa argumentasi yang telah dikemukakan oleh para tokoh hadits dan ulama ahli sunnah tersebut yang sifatnya mengconter sekaligus melemahkan argumentasi-argumentasi kelompok inkar sunnah di atas. Di antara argumentasi itu adalah:
a.      Imam al-Syafi’i
Kata Imam Al-Syafi’i, sebagian ulama lainnya, mengakui bahwa memang hadits-hadits ahad nilainya adalah zanni, karena proses periwayatannya bisa saja mengalami kekeliruan atau kesalahan. Oleh karenanya tidak semua hadits ahad dapat diterima dan dijadikan hujjah, kecuali kalau hadits ahad tersebut memenuhi persyaratan shahih dan hasan. Sehubungan dengan itu adalah keliru dan tidak benar pandangan yang menolak otoritas kehujjahan hadits-hadits secara keseluruhan. Alasan lain yang dikemukakan oleh Al-Syafi’i adalah dengan menganalogikan hadits ahad dengan status dua orang saksi dalam membuktikan sesuatu. jika dua orang saksi yang mengatakan bahwa seseorang telah membunuh orang lain dapat dibenarkan kesaksiannya, sedangkan kedua saksi itu masih diragukan kebenarannya atau paling tidak tingkat kebenarannya adalah zanni, sedangkan larangan membunuh dikatakan secara qat’i dalam Al-Qur’an. Jika dalam kasus saksi di atas dapat dilakukan hukum qishash, maka hadits-hadits ahad yang memenuhi persyaratan hadits shahih dan hasan, yang nilainya zanni, seharusnya dapat pula diterima.
Hadits yang dikemukakan oleh kelompok inkar sunnah untuk menolak kehujjahan hadits Nabi, dinilai Al-Syafi’i sebagai munqathi (terputus sanadnya). Jadi hadits yang dimajukan oleh kelompok inkar sunnah adalah hadits yang berkualitas dha’if, dan karenanya tidak layak dijadikan sebagai argumentasi. Perlu kiranya digarisbawahi di sini bahwa kelompok inkar sunnah, mengingat sikap mereka yang menolak kehujjahan hadits Nabi, ternyata tidak konsisten dalam mengajukan argumentasi. ketidakkonsistenan itu tampak jelas ketika mereka juga mengajukan hadits sebagai salah satu argumentasi mereka untuk menolak kehujjahan hadits Nabi, dan bahkan hadits yang dimajukan itu berstatus dha’if.
Argumen-argumen yang dimajukan oleh Al-Syafi’i ternyata cukup ampuh untuk membuat kelompok inkar sunnah abad klasik ini menyadari kekeliruan mereka, dan kemudian kembali mengakui kehujjahan hadits Nabi sebagai sumber ajaran agama Islam yang kedua setelah Al-Qur’an, sebagaimana terlihat dalam ungkapan al-Syafi’i berikut ini:
”…argumen anda memang kuat  yang menunjukan bahwa kita wajib menerima hadits dari Rasulullah SAW dan aku pun berpihak kepada pendapat yang anda sebutkan bahwa menerima hadits adalah suatu kemestian bagi umat Islam. Oleh karena itu, kewajiban pula bagi ku untuk meninggalkan pandanganku selama ini, untuk selanjutnya mengikuti pandangan yang benar sebagaimana pandangan anda”. (http://www.balady.net/abuislam/derasat/sunnah-deny.htm.i)
Tidak hanya itu, al-Syafi’i bahkan berhasil membendung gerakan kelompok inkar sunnah ini selama hampir sebelas abad. Atas jasa-jasanya itulah para ulama hadits belakangan memberinya gelar kehormatan sebagai Nashir Al-Sunnah (Penolong Sunnah) atau Multazim Al-Sunnah (Pembela Sunnah).
b.      Al-Sadiqun
   Penguasan bahasa Arab dengan baik adalah diperlukan untuk memahami kandungan Al-Qur’an. Namun demikian, bukanlah orang lantas boleh meninggalkan sunnah Nabi, sebaliknya dengan menguasai bahasa Arab justru akan mengetahui bahwa Al-Qur’an sendirilah yang menyuruh umat Islam agar menerima dan mengikuti sunnah Nabi.
c.       Imam Jalaludin As-Suyuthi
Beliau berpendapat, “ketahuilah, mudah-mudahan anda semua dirahmati Allah. barang siapa mengingkari eksistensi hadits Nabi, baik itu yang  berupa perkataan ataupun perbuatan sebagai hujjah, dia adalah kafir atau keluar dari koridor Islam, dan akan dibangkitkan bersama-sama kaum Yahudi dan Nasrani, atau barang siapa saja yang dikehendaki Allah dari kelomppk-kelompok orang kafir”.
Ketika menomentari berbagai sikap dan statement dari seorang tokoh inkar sunnah Amerika asal Mesir DR. Rasyad Khalifah, Syaikh Abdul Aziz Abdulah bin Baz berkata, “Sesungguhnya pengingkaran terhadap sunnah dan perkataan tidak butuh kepada sunnah seperti apa yang dikatakan oleh Rasyad Khalifah adalah kufur dan murtad dari Islam. Sebab, orang yang mengingkari sunnah sama saja dengan mengingkari Al-Qur’an, dan barang siapa yang mengingkari keduanya atau salah satunya, maka dia adalah kafir menurut ijma’ ulama. Kita tidak boleh bergaul dengannya dan orang-orang seperti dia. Tapi kita wajib menjauhinya, mengingatkan orang-orang dari fitnanya, dan menjelaskan kekafiran serta kesesatannya dalam berbagai kesempatan hingga dia bertaubat kepada Allah.”
d.      Imam Abu Muhammad Ali Ibnu Hazm Al-Andalusi
       Menurtunya inkar sunnah adalah kalau orang ada yang mengatakan, kami tidak mengambil kecuali apa yang terdapat dalam Al-Qur’an, sesungguhnya dia adalah orang kafir menurut kesepakatan umat ini.
Dengan senadanya dari Ayub As-Sukhtiani (w. 131 H), Imam Abu Muhammad Al-Husain Al-Baghawi berkata, “adapun engkau berbicara kepada seseorang dengan sunnah lalu dia mengatakan, jangan bicara pakai sunnah bicara pakai Al-Qur’an saja, maka ketahuilah, sesungguhnya dia adalah orang yang sesat lagi menyesatkan”.
F. Upaya Dalam Menghadapi Inkar Sunnah
Ketika isu-isu seputar “aliran sesat” seperti halnya inkar sunnah muncul ke publik, dengan cepat organisasi sosial keagamaan, masyarakat luas, termasuk pihak pemerintah dan aparat keamanan sangat cepat merespon isu-isu ini dengan berbagai cara. Ada yang dengan cara mengeluarkan fatwa sesat, ada yang ingin langsung menyerang para pengikutnya, dan juga ada yang menangkap para pengikut itu dengan dalih pengamanan dan pemeriksaan. Namun, yang disayangkan respon berlebihan justru akan menimbulkan kontraproduktif terhadap image Islam itu sendiri sebagai agama yang santun dan damai. Sebab, tidak sedikit dari repon-respon yang muncul itu lebih bernuansa kebencian, klaim kesesatan, dan yang lebih mengkhawatirkan adalah eksesnya terhadap tindak kekerasan dan teror. Masyarakat umum yang awalnya hanya mengetahui bahwa aliran itu tidak sesuai dengan ajaran Islam pada umumnya. Kemudian ikut-ikutan terdorong untuk melakukan tindakan kekerasan.
Cara-cara kekerasan dengan dalih apapun tidak dapat dibenarkan, baik itu menurut agama, etika, maupun prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara. Masyarakat sendiri tidak dapat disalahkan begitu saja karena mereka berbuat itu didorong oleh sejumlah faktor penyebab awalnya. Entah itu karena adanya fatwa, ekspos media massa yang amat berlebihan, atau pernyataan-pernyataan sejumlah organisasi sosial-keagamaan yang pada akhirnya ikut mempengaruhi pandangan sempit mereka menjadi seperti itu. Jadi, kekerasan sama sekali bukan solusi. Sebagaimana dikemukakan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin bahwa jangan sampai ada penghakiman dan tindak kekerasan. Mereka justru perlu dirangkul agar mau kembali ke jalan yang benar.
Semakin maraknya inkar sunnah di berbagai tempat sangat meresahkan masyarakat. Para ulama dan umara kiranya perlu bersikap dan bertindak lebih tanggap mengantisipasi keadaan sebelum terlambat. Ulama dan umara diharapkan tidak tinggal diam bila mengetahui keberadaan inkar sunnah. Artinya, perlu memberikan tuntunan dakwah dan penegakan hukum yang tegas terhadap para pembawa ajaran dan aliran sesat itu. Jangan dibiarkan berkembang dan membuat masyarakat resah sekaligus juga bisa menimbulkan ketidakstabilan masyarakat. Masyarakat yang resah bisa saja mengambil tindakan sendiri. Kericuhan dan kekacauan massa bisa terjadi tiba-tiba. Penguatan akidah umat juga menjadi point penting untuk menangkal tersebarnya aliran sesat ini. Mudahnya mereka terjebak ke dalam inkar sunnah adalah lantaran lemahnya akidah mereka dan minimnya pengetahuan Islam yang mereka miliki, sehingga para penyebar inkar sunnah begitu gampang memperdayakan mereka dengan dalih agama untuk menyesatkannya.
Salah satu cara yang yang cukup elegan untuk mengatasi kasus inkar sunnah adalah dengan melakukan kegiatan dialog, diskusi, atau debat publik. Melalui kegiatan semacam ini nantinya pemimpin dan pengikut inkar sunnah akan dihadapkan pada pengujian terhadap argumentasi pemahaman keagamaan mereka selama ini. Jika ajaran dan pemahaman yang selama ini mereka pahami dan yakini ternyata keliru, maka mau tak mau akan ada proses “penyadaran” secara sendirinya. Inkar sunnah tidak perlu disikapi secara “panas” terlebih dahulu, baik melalui keputusan dan pernyataan sesat oleh sejumlah organisasi sosial-keagamaan atau melalui penangkapan terhadap sejumlah pengikut dan pimpinan jamaahnya. Mereka perlu diajak berdialog terlebih dahulu. Dengan digelarkan berbagai dialog, diskusi, atau debat antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan kasus inkar sunnah ini, maka diharapkan nantinya tidak muncul lagi aksi-aksi kekerasan yang tidak bertanggung jawab.
Tentunya, cara di atas akan terasa efektif karena masyarakat juga akan mendapat pencerahan bahwa kita perlu bersikap santun dan bijak dalam menghadapi inkar sunnah yang dianggap sesat. Proses dialog adalah bagian dari spirit demokratisasi yang perlu dikembangkan lebih lanjut dalam kehidupan keberagamaan kita di tanah air.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
      Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Inkar sunnah adalah suatu paham atau kepercayaan yang menolak keberadaan sunnah dan hadits, mengingkari kedudukannya, dan tidak mau menggunakan hadits atau sunnah sebagai sumber syariat Islam setelah Al-Qur’an. suatu paham atau kepercayaan yang menolak keberadaan sunnah dan hadits, mengingkari kedudukannya, dan tidak mau menggunakan hadits atau sunnah sebagai sumber syariat Islam setelah Al-Qur’an.
2.      Inkar sunnah berdasarkan tahun kemunculan dan karakteristiknya dibedakan atas dua periode, yaitu kelompok inkar sunnah pada abad klasik dan kelompok inkar sunnah abad modern. Inkar sunnah pada abad klasik muncul secara jelas pada awal masa Bani Abbasiyah (750-1258 M), sedangkan menurut Imam As-Syafi’i kelompok inkar sunnah ini muncul di penghujung abad kedua atau abad ketiga Hijriyah. Menurut Abu Zahwu, kelompok inkar sunnah pada masa ini berdasrkan penolakan terhadap sunnah, dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu: pertama, kelompok inkar sunnah yang menolak hadits Nabi sebagai hujjah secara keseluruhan, kedua, kelompok yang menolak hadits yang kandungannya baik secara implisit maupun eksplisit, dan ketiga adalah kelompok yang menolak hadits yang berstatus muawatir. Sedangkan inkar sunnah abad modern muncul pada sekitar abad kesembilan belas ke abad dua puluh Masehi setelah vakum selama sebelas abad. Berbeda dengan inkar sunnah pada abad klasik, inkar sunnah abad modern mudah untuk diidentifikasi secara pasti, terutama tokoh-tokohnya.
3.      Aliran inkar sunnah mempunyai pokok-pokok ajaran dan pemahaman.   Pemikiran mereka adalah anti sunnah Rasulullah Shallalahu Alaihi wa Sallam. Segala yang menabrak dan bertentangan sunnah, itulah paham mereka. Seperti, Al-Quran adalah satu-satunya kitab pegangan, Al-Quran adalah kebeanaran yang pasti dan selain Al-Quran adalah sangkaan belaka, Al-Quran tidak perlu penjelas selain Al-Quran, Al-Quran sudah jelas, terperinci, dan menjelaskan segalanya, Tidak ada shalat jum’at, Idul Adha, dan idul Fitri, Masjid adalah setiap tempat shalat, Tidak ada adzan dan iqamat, Puasa hanya wajib bagi orang yang melihat bulan, dan Jilbab tidak wajib.
4.      Begitu banyak alasan yang didengungkan oleh orang inkar sunnah dalam mengingkari sunnah atau hadits Nabi, seperti, Nabi sendiri melarang penulisan hadits, Hadits baru dibukukan pada abad Hijriyah, Banyak pertentangan antara satu hadits dengan hadits yang lainnya, Hadits adalah buatan manusia, Hadits bertentangan dengan Al-Quran, Hadits membuat umat Islam terpecah-belah, dan Hadits membuat umat Islam mundur dan terbelakang.
5.      Dengan adanya kelompok inkar sunnah yang semakin lama meresahkan umat Islam para tokoh hadits dan ulama ahli sunnah merasa terpanggil untuk menyikapi hal tersebut dengan argumen-argumen mereka. Imam As-Syafi’i adalah orang yang berhasil membendung gerakan kelompok inkar sunnah selama hampir sebelas abad, sehingga dia diberi gelar kiehormatan sebagai Nashir Al-Sunnah atau Multazim Al-Sunnah oleh ulama hadits.
6.      Cara-cara yang harus dilakukan ulama dan umara dalam menghadapi inkar sunnah adalah dengan memberikan tuntunan dakwah dan penegakan hukum yang tegas terhadap para pembawa ajaran inkar sunnah, penguatan akidah umat, dan melakukan kegiatan dialog, diskusi, atau debat publik.










B. Saran
     Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini, baik dalam materi maupun dalam hal penulisan. Hal ini dikarenakan kurangnya referensi yang menjadi rujukan dalam pembuatan makalah, dan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis meminta kritik dan saran yang membangun agar dapat menyajikan makalah yang lebih baik lagi.



 



 










DAFTAR PUSTAKA

Abduh Zulfikar Akaha. Ahlu Sunnah Versus Inkar Sunnah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2006.
Ahmad Sa’aduddin. Munkiri As-Sunnah Fahdzaruhun. Http://www.balady.net/abuislam/derasat/sunnah-deny.htm.
Alawi Al-Maliki Muhammad. Ilmu Ushulul Hadis. Yogyajarta: Pustaka Pelajar. 2006.
Anonimaus. Sejarah Kemunculan Kelompok Inkar Sunnah. Http://www. Choliq-85,blogs,frienster.com.
Anonimaus.Respon terhadap inkar sunah. Http://www.mojahed.net/ib/index/.php?showtopic+4332&st
Anonimaus. Cara Menghadapi Inkar Sunnah. http://almakassari.com/?p=193
Anonimaus. Waspada Aliran Sesat. Htttp://www.filzahazny.wordpress.com./2008/02/06.
Buletin Jum’at Al-Atsariyyah. Benteng Menghadapi Aliran Sesat. Sabtu, 02-Februari-2008.          
Sa’ad Yusuf Abu Aziz.Buku Pintar Sunnah dan Bid’ah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2006.
Shahih Ridla. Berkenalan dengan Inkar Sunnah. Gema Insani Press. Jakarta.  1992.
Hartono Ahmad Jaiz. Aliran dan Paham Sesat di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2002.
Majalah Islam Sabili. Sejarah Emas Muslim Indonesia. Jakarta: PT. Bina Media Sabili. 2003.
M. Amin Djamaludin. Bahaya Inkar Sunnah. Jakarta: Lembaga dan Pengkajian Islam. 2002.
Tirto Bisono, Yan & Z Ekrom . Kamus 3 Bahasa  Arab Inggris Indonesia. Surabaya: Apolo













Tidak ada komentar:

Posting Komentar